Kamis, 27 September 2012

TUJUH ASUMSI YANG MENGHAMBAT PERBAIKAN KINERJA



By Alan Brache
Dalam upaya meningkatkan manajemen, Alan Brache berpendapat bahwa banyak manajer yang  mempunyai beberapa asumsi yang  dapat menghambat perbaikan kinerja. Meskipun manajer mempunyai manajemen yang bagus pada peralatan, teknik, dan proses yang meliputi perencanaan, penyusunan anggaran, pengambilan keputusan dan juga pengendalian kualitas. Namun, sedikit yang memiliki pendekatan yang sistematis untuk  menangani salah satu dari tanggung  jawab manajemen utama, yaitu memaksimalkan produktivitas sumber daya manusia.
               
Berikut ini akan diberikan tujuh asumsi yang banyak dilakukan oleh para manajer yang dapat menutup mata mereka terhadap peluang-peluang yang signifikan bagi perbaikan kinerja. Setelah mengenal ketujuh asumsi yang dapat menghambat perbaikan kinerja ini diharapkan para manajer melakukan perbaikan yang  dimulai dari menguji IQ manajemen kinerja organisasi anda dengan melakukan kuis untuk melihat tingkat kinerja yang ada.
I.           Perbaikan-perbaikan produktivitas yang paling signifikan berasal dari tindakan-tindakan yang diarahkan ke orang-orang yang melakukan pekerjaan tersebut
            Asumsi yang mengarahkan tindakan-tindakan hanya ke orang-orang  yang melakukan kerja, hal  ini mengabaikan kenyataan bahwa mengelola pekerja di tempat kerja hanyalah salah satu aspek dari tanggung jawab manajer untuk mengelola kinerja, ibaratnya adalah seperti mengarahkan semua tindakan perbaikan mesin mobil  hanya berfokus pada businya saja. Busi pada mobil diibaratkan orang  yang bekerja merupakan salah satu dari banyak komponen dalam suatu sistem manajemen.
                Pada suatu sistem kinerja terdiri atas sejumlah komponen yang berpengaruh pada lingkungan kerja yang meliputi kinerja yang diharapkan, sumberdaya yang tersedia, suasana fisik pekerjaan, aliran kerja, penghargaan dan hukuman, serta informasi yang diberikan kepada karyawan. Sehingga kita tidak dapat hanya berfokus kepada salah satu komponen yaitu orang-orang yang melakukan pekerjaan saja, tetapi lebih memandang secara keseluruhan sebagai sistem yang saling mempengaruhi dengan perannya masing-masing.
Hal ini sama halnya jika terjadi suatu penurunan kerja maka langsung diambil tindakan dengan memindahkan mereka dari lingkungan dan melakukan pembinaan-pembinaan dan menggantinya dengan pekerja yang baru. Tindakan tersebut dapat diidentikkan dengan seorang mekanik yang bereaksi terhadap kerusakan mobil dengan melakukan pembersihan, menyetel, atau bahkan mengganti busi yang baru.
                Para manajer tidak dapat menginginkan kualitas atau keuntungan produktivitas jangka panjang, jika tindakan menempatkan pekerja baru dilakukan dan menempatkan pekerja “yang diperbaiki” dalam suatu lingkungan kerja dengan tugas-tugas yang kurang jelas, tidak adanya standar kerja atau tidak tersedianya sumberdaya yang dibutuhkan dan juga tidak tersedianya informasi yang dibutuhkan.
                 Fakta-fakta telah menunjukkan bahwa peluang perbaikan kinerja disebagian besar organisasi berada pada lingkungan dari pada pekerja itu sendiri. Sehingga asumsi yang mengarahkan tindakan-tindakan hanya ke orang-orang  yang melakukan kerja perlu dipertimbangkan lagi.

II.         Pelatihan, reorganisasi, penetapan sasaran, dan dorongan positif adalah intervensi perbaikan kinerja yang efektif
            Kita ketahui dari banyak penelitian pada pelatihan, reorganisasi, penetapan sasaran dan dorongan yang positif  terhadap peningkatan kinerja yang efektif. Namun hal tersebut akan menjadi sesuatu yang mubadzir dan sia-sia.
                Seperti dimisalkan suatu obat aspirin, yang sudah terbukti dalam pengobatan yang efektif. Namun tidak semua penyakit dapat disembuhkan dengan aspirin. Sama halnya, setiap tindakan dalam daftar di atas efektif hanya bila ia memecahkan “penyakit” sistem kinerja.
Untuk itu dalam situasi medis dan menajemen perlu adanya suatu diagnose pada setiap individu untuk meyakinkan permasalahan yang dialami dan juga hal-hal yang dibutuhkan dalam upaya memperbaiki kinerja yang efektif setelah itu di beri tindakan yang sesuai dengan yang dibutuhkan.
                Salah satu contoh adalah pada pelatihan para analis komputer ternyata dapat secara efektif menanggulangi kekurangan keterampilan atau pengetahuan yang tidak dikenali, tetapi bukan aspek-aspek perintang dari divisi pengolahan data. Reorganisasi mungkin menghilangkan kekurangan ini, tetapi mungkin tidak akan mengatasi kebutuhan para analis bagi umpan balik spesifik dan teratur.Sehingga perlu bagi para manajer dalam mengambil tindakan perbaikan kinerja dengan  terlebih dahulu mendiagnosis sistem kinerja agar perbaikan kinerja menjadi efektif.

III.       Orang-orang  memahami apa yang diharapkan dari mereka di tempat kerja
                Meskipun sudah diberikan deskripsi tugas pada masing-masing bagian jabatan, namun hal tersebut belum menjamin bahwa orang-orang mengetahui apa yang diharapkan dari mereka. Untuk itu perlu adanya dua kebutuhan dasar dalam hal ini yaitu pernyataan-pernyataan jelas tentang hasil yang diharapkan dan standar-standar spesifik yang menggambarkan kualitas kinerja yang diharapkan dari setiap bidang hasil.
                Dengan adanya suatu komunikasi yang jelas tentang hasil yang diharapkan dari suatu pekerjaaan dan juga standar spesifik yang jelas maka akan menjadi suatu kenyamanan dalam bekerja serta memberikan hasil yang diharapkan.
                Uraian jabatan yang terpusat  kepada hasil serta standar kinerja bukan semata-mata menjadi barang berharga  bagian personalia. Para karyawan perlu mengetahui dengan persis apa yang diharapkan dari mereka. Para pengawas perlu memiliki tolak ukur untuk menilai kinerja yang sesungguhnya. Sistem kinerja yang kekurangan unsur ini mempunyai penghalang yang signifikan untuk bekerja secara terarah dan memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan.


IV.      Sistem penghargaan organisasi mendukung kinerja produktif berkualitas tinggi
                Sistem penghargaan formal seperti gaji, promosi dan tunjangan biasanya memang mendukung kinerja yang  dikehendaki organisasi. Meskipun demikian, akibat-akibat positif dan negatif informal mungkin juga mendukung kinerja yang tidak diharapkan.
                Pemberian penghargaan biasanya dibarengi dengan pemberian tugas yang berat atau tuntutan kerja yang tinggi misalnya seseorang yan g bekerja dengan suatu perusahaan dengan tuntutan yang besar dengan para pekerja yang paling akurat mengerjakan tuntutan yang paling rumit. Kasus-kasus yang rumit inti biasanya memakan waktu yang lebih lama untuk diproses. Karena penilaian utama dari kinerja bedasarkan kuantitas hasil kerja dan karena tidak ada sistem pembobotan untuk jenis tututan, kinerja, kualitas sebenarnya mendapat hukuman ketimbang penghargaaan.
            Sehingga dalam banyak kasus sistem akibat informal mendukung kinerja yang tidak diharapkan organisasi. Akan menjadi permasalahan jika seseorang tidak dapat bekerja seperti yang diharapkan atau target tidak dapat tercapai.
               

V.        Penilaian kinerja tahunan memberikan umpan balik yang dibutuhkan karyawan untuk memperbaiki atau mempertahankan  kinerja.
Umpan balik efektif bersifat spesifik, seimbang (positif dan negatif), disampaikan dengan konstruktif, dan berdasarkan kinerja aktual yang terdokumentasi yan dibandingkan dengan serangkaian standar. Hanya sedikit penilaian kinerja yang memenuhi persyaratan ini bagi umpan balik berkualitas tinggi. Kedua, umpan balik tahunan, betapapun bernilainya, adalah tidak cukup. Para karyawan di semua tingkat membutuhkan informasi yang jauh lebih sering yang diberikan secara formal dan informal, tentang apa pekerjaan mereka dan bagaimana hasilnya.
            Dalam suatu diagnosa pada pengawas, sebagian besar dari mereka menjawab bahwa mereka mendapatkannya dari penilaian tahunan. Sebagian besar, mereka tidak mengira bahwa evaluasi tahunan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan umpan balik dari para karyawan mereka. Karena penilaian kekurangan kekhususan dan karena hanya sedikit umpan balik tambahan yang diberikan, mereka telah menciptakan suatu sistem kinerja yang memiliki kekurangan yang serius.



VI.      Tidak perlu memperhatikan bagian-bagian organisasi yang memenuhi atau melampaui sasaran-sasaran mereka
Manajer yang bekerja dengan asumsi ini mungkin kehilangan peluang terbesar untuk memperbaiki kinerja di dalam organisasinya. Segmen individu atau organisasi yang bekerja lebih baik dari rata-rata orang atau unit perlu diteliti dengan seksama karena dua alasan. Pertama, para pekerja ini pasti agak berbeda. Perbedaan ini sering dalam standar, umpan balik, penghargaan, atau pelatihan. Pengenalan perbedaan-perbedaaan ini sering memberikan dasar untuk memperbaiki sistem kinerja di bidang-bidang lain organisasi.
                Kedua mungkin ada peluang yang signifikan bagi perbaikan di dalam suatu bidang yang  berprestasi sangat baik. Misalnya seseorang yang bekerja dibagian penjualan dimana terdapat kesenjangan yang signifikan antara penjual terbaik dengan para penjual lain di daerah yang berproduksi sangat tinggi. Seandainya kelompok ini diabaikan karena semua penjual memenuhi atau melampaui sasaran-sasaran mereka, suatu peluang yang signifikan telah  hilang.


VII.    Unsur kunci dalam perbaikan kinerja adalah motivasi yang sukar difahami dan tak dapat diraba
Bisa benar dan juga bisa tidak benar. Benar jika motivasi adalah sebuah unsur kunci dalam produktivitas. Dan menjadi tidak benar jika motivasi sulit difahami dan tidak dapat diraba seperti yang ditunjukkan oleh serangkaian alternatif motivasi. Marilah kita kembali ke akar rendahnya motivasi tersebut yang paling mungkin disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal berikut : ketiadaan harapan kinerja yang jelas, adanya faktor-faktor kerja yang mengganngu penyelesaian pekerjaan, Tidak adanya sumberdaya yang diperlukan, adanya pengaruh-pengaruh yang akan mendukung kinerja yang tidak diharpkan, tiadanya umpat balik tepat waktu yang berkualitas tinggi, atau tidak adanya keterampilan atau pengetahuan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut dengan baik.Kekurangan-kekurangan sistem kinerja ini adalah faktor-faktor utama yang akan menimbulkan kesulitan-kesulitan motivasi.
                Beberapa karyawan tidak akan termotivasi bahkan dalam sistem kinerja yang lebih dari sempurna. Meskipun demikian para pekerja ini cenderung orang-orang yang mengalami krisis sementara atau orang-orang yang seharusnya tidak berada dalam peerjaan tersebut karena keadaan fisik, mental, atau emosi yang menghambat kinerja optimum.

MENGUJI IQ MANAJEMEN KINERJA ORGANISASI ANDA
                            Ketujuh asumsi yang dibahas di atas, menghambat produktivitas manusia. Meskipun demikian, tidak ada alasan bagi para manajer untuk membiarkan mereka terus demikian. Langkah pertama untuk menghilangkan penghambat ini adalah menguji sejauh mana organisasi anda melakukan kesalahan umum dalam manajemen kinerja.
Ujilah IQ manajemen kinerja organisasi anda dengan mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar